Permainan Ala Afrika
Salah seorang pejabat Rusia sedang menjamu rekan sejawatnya dari Afrika yang sedang mengadakan kunjungan kenegaraan ke Rusia. Saat yang paling mendebarkan buat tamu Afrika tersebut adalah ketika pejabat Rusia mengajak bermain "Russian Roulette", yaitu sebuah permainan mengadu nasib dengan menarik pelatuk pistol secara bergantian dengan mengarahkan moncong pistol ke kepala sendiri. Sedangkan pistol yang digunakan hanya berisi satu butir peluru.
Beruntung tidak sampai terjadi letusan pistol dan pejabat Afrika itupun boleh berlega hati dapat kembali berkumpul bersama keluarganya di Afrika.
Kini giliran pejabat Rusia yang tengah mengadakan kunjungan balasan ke Afrika dan mendapatkan jamuan yang sama hangatnya dari kolega Afrika-nya itu.
Pada bagian akhir acara perjamuan, pejabat Afrika mengajak pejabat Rusia itu melakukan permainan mengadu nasib. Dia mempersilakan teman Rusia-nya itu memilih salah satu dari lima wanita cantik Afrika yang sudah disediakan untuk dijadikan teman kencan. Kelima wanita cantik itu dijamin sangat terampil melakukan "Blow Job (Oral Sex)".
Melihat tantangan seperti itu, tentu saja membuat pejabat Rusia tertawa geli. "Lantas dimana letak serunya permainan ini, jika aku hanya harus memilih wanita cantik yang jago oral sex?", tanya pejabat Rusia.
Dengan tenangnya si pejabat Afrika menjelaskan, "Salah satu dari mereka adalah warga suku pedalaman Afrika yang terkenal sebagai suku KANIBAL!".
Pejabat Rusia itupun langsung jatuh pingsan...
Read More..
Minggu, 07 Februari 2010
Minggu, 10 Januari 2010
Softskill gunadarma
Softskill adalah sebuah mata kuliah baru di universitas gunadarma. Sebuah mata kuliah yang mewajibkan seluruh mahasiswanya untuk menulis sesuatu yang di post-ing ke dalam blog pribadi atau dalam sarana intern yang disediakan pihak Gunadarma, yaitu warta warga. Mata kuliah ini memiliki tujuan yang baik bagi seluruh mahasiswanya, melatih mahasiswa untuk terbiasa menulis dan merangkai kata, agar tidak menemui kesulitan pada saat mahasiswa tersebut menulis Penulisan Ilimiah (PI) atau skripsi.
Namun ada beberapa kelenahan yang menurut hemat saya terdapat pada mata kuliah Softskill ini, yaitu :
1. mata kuliah ini walaupun mewajibkan setiap mahasiswanya untuk menulis pada blog namun tetap saja, metode kopi paste masih bisa di lakukan.
2. tidak wajibnya pertemuan di kelas, membuat mahasiswa malas untuk mengikuti arahan-arahan dari sang dosen mata kuliah softskill tersebut. Maupun tidak adanya evaluasi cross cek, apakah kaidah dalam penulisan dalam blog yang telah dilakukan ada benar.
3. tidak ada nya evaluasi tes secara tertulis ataupun lisan, yang membuat mata kuliah ini tidak efektif. Secara tidak langsung mahasiswa akan sedikit menyepelekan mata kuliah ini.
Hal diatas adalah penilaian saya terhadap mata kuliah softskill yang ada di universitas gunadarma. Mudah-mudahan kedepan mata kuliah ini mendapat revisi dalam penyelenggaraannya. Agar tujuan awal yang ingin di capai oleh universitas dapat benar-benar tercapai.
Read More..
Namun ada beberapa kelenahan yang menurut hemat saya terdapat pada mata kuliah Softskill ini, yaitu :
1. mata kuliah ini walaupun mewajibkan setiap mahasiswanya untuk menulis pada blog namun tetap saja, metode kopi paste masih bisa di lakukan.
2. tidak wajibnya pertemuan di kelas, membuat mahasiswa malas untuk mengikuti arahan-arahan dari sang dosen mata kuliah softskill tersebut. Maupun tidak adanya evaluasi cross cek, apakah kaidah dalam penulisan dalam blog yang telah dilakukan ada benar.
3. tidak ada nya evaluasi tes secara tertulis ataupun lisan, yang membuat mata kuliah ini tidak efektif. Secara tidak langsung mahasiswa akan sedikit menyepelekan mata kuliah ini.
Hal diatas adalah penilaian saya terhadap mata kuliah softskill yang ada di universitas gunadarma. Mudah-mudahan kedepan mata kuliah ini mendapat revisi dalam penyelenggaraannya. Agar tujuan awal yang ingin di capai oleh universitas dapat benar-benar tercapai.
Read More..
Labels:
pengetahuan
tokoh telematika Indonesia
Indonesia memiliki banyak sekali lulusan di bidang informatika, namun tak banyak yang dikenal sebagai ahli telematika. Hanya sebagian orang yang familiar terdengar di telinga kita. Untuk itu, saya akan mengulas salah satu tokoh telematika yang mungkin jarang terdengar di telinga kita. Beliau bernama JB Kristiadi. Dan berikut adalah profil beliau.
BEliau bernama JB Kristiadi, bukan J Kristiadi. Doktor lulusan Sorbonne University, Prancis (1979), ini menjabat Sekretaris Menkominfo dan pernah menjabat Ketua Lembaga Administrasi Negara RI (1990-1998). Sedangkan J Kristiadi adalah pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies. Pakar telematika ini bercanda mengaku sebagai Kristiadi beneran.
Sekretaris Menteri Komunikasi dan Informasi ini mengatakan Teknologi Informasi (TI) sebaiknya ditempatkan menjadi penggerak utama mekanisme pembangunan seluruh sektor ekonomi nasional. Menurut pakar telematika ini sebagai salah satu teknologi unggulan yang menentukan masa kini dan masa depan umat manusia, semakin penting untuk dikuasai pemahamam, pengetahuan, pemanfaatannya, serta penciptaannya.
Kaitannya yang erat dengan berbagai sektor ekonomi, terutama sektor tersier dan kwarter, menempatkan TI sebagai komoditi strategi dalam pembangunan nasional. Malahan ada negara yang meluncurkan konsep pembangunan nasionalnya yang bercirikan IT-led development, dimana TI bukan hanya sebagai perangkat pendukung tetapi telah meningkat menjadi penggerak utama mekanisme pembangunan seluruh sektor ekonomi nasional.
Ingin Jadi Pilot
Dia anak keenam dari sembilan bersaudara. Lahir di Jawa Tengah, 4 Mei 1946 dari keluarga 'gedongan'. Ayahnya, B.S. Pudjosukanto, guru di sekolah Belanda di Solo dan pindah ke Jakarta, saat Kristiadi berusia tiga tahun.
Pada saat masuk SD di Blok Q, Jakarta, anak pendiam dan pemalu ini, hanya sendirian yang memakai sepatu. Jadinya, dia malu memakai sepatu di sekolah. Dari rumah dia memakai sepatu, tetapi sesampai di sekolah, sepatu itu dilepasnya. Namun, walau pemalu, dia suka menjahili teman sekolahnya, seperti menyembunyikan tas temannya.
Sebagai seorang guru sekolah Belanda, ayahnya mendidiknya dengan cara Belanda. Harus berdisiplin, mulai dari bangun tidur, kumpul di meja makan, sewaktu makan tidak boleh bicara, belajar dan sampai tidur kembali.
Namun, mengenai pilihan sekolah, ayahnya memberi kebebasan. Pada saat kecil dia bercita-cita jadi pilot. Tapi beranjak remaja, dia suka merakit radio dan bongkar-bongkar mesin. Cita-citanya pun berubah, ingin jadi insinyur elektro.
Suatu ketika, dia membongkar mesin jahit ibunya, tapi kemudian ia tak bisa memasangnya lagi. Tentu saja ibunya sangat kesal.
Pada saat duduk di SMA 9 Sore, Jakarta, dia sangat suka pada ilmu eksakta. Sampai-sampai dia sempat satu tahun bersekolah rangkap pagi di SMA jurusan ilmu alam, sore di SMA jurusan sosial-budaya.
Selepas SMA, Kris masuk Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) Universitas Indonesia. Semasa mahasiswa, dia ikut demonstrasi menentang Orde Lama (1966). Dia ikut menggotong Arief Rahman Hakim yang ketika itu tertembak sampai tewas.
Tapi kegiatannya sebagai aktivis mahasiswa itu, tak sampai membuat kuliahnya terganggu. Bahkan, semasih menyusun skripsi, ia sudah diterima bekerja Departemen Keuangan. Dia lulus S1 dari Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan, Universitas Indonesia tahun 1971.
Kemudian pria yang hobi bermain musik, ini meraih doktor (S3) di Sorbonne University, Prancis, llulus tahun 1979 dengan summa cum-laude. Namun, pakar telematika ini mengaku seorang generalis.
Saat mengumpulkan data untuk disertasinya tentang negara berkembang, dia pulang ke Tanah Air selama tiga bulan. Kesempatan itu, digunakannya untuk menikah dengan Fiona (1976), yang kemudian memberinya empat anak (Gerald Admiraldi, Raymod Laksmanadi, Edgar Kharismaraldi dan Eldi Marshaldi). Ibarat kata pepatah, sambil berenang minum air. Sambil cari data, mereguk nikmatnya perkawinan.
Dia menjabat Direktur Pembinaan Kekayaan Negara Departemen Keuangan (1980-1987). Kemudian menjabat Direktur Anggaran Departemen Keuangan (1987-1990). Tahun 1990 dia meninggalkan Depkeu, karena dipercaya menjabat Ketua Lembaga Administrasi Negara RI sampai tahun1998.
Sebelum menjabat Sekretaris Menteri Komunikasi dan Informasi, dia sempat menjabat Asisten Menteri Wasbangpan (1998-2000) dan Deputi Menpan (2000-2002).
Tidak Ada Pilihan
Sebagai suatu negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, Indonesia secara langsung maupun tak langsung akan terbias oleh pengaruh penguasaan dan pemanfaatan TI, dan IT-led development yang berlangsung di negara lainnya.
Tak ada pilihan lagi bagi kita kecuali untuk ikut dalam kancah penguasaan dan pemanfaatan TI ini. Kita hatus membangun kemampuan untuk memanfaatkan TI yang bisa memberikan tambahan nilai dari setiap kegiatan pembangunan, pelaksanaan kegiatan berproduksi, dan penyelenggaraan pelayanan.
Selanjutnya sisi pemanfaatan ini akan mendorong tumbuhnya keperluan dan kemampuan untuk mengembangkan penguasaan TI. Jadi kita menerapkan pendekatan application-driven IT development yang bersifat deduktif sebelum kita mengembangkan TI secara induktif.
Bertolak dari sisi pemanfaatan TI, selain dimaksudkan untuk memacu tumbuhnya penguasaan TI, sasaran utamanya adalam pemanfaatan yang berdayaguna, berhasilguna, ekonomis, berkualitas, serta bertanggungjawab. Sasaran ini hanya dapat tercapai jika terjalin hubungan yang serasi di antara pelaku-pelaku yang terkait kerjasama yang terkoordinasi.
Koordinasi Pemanfaatan TI
Dalam makalahnya pada Seminar Puncak PPI 95, JB Kristiadi mengatakan secara umum koordinasi pemanfaatan TI bergerak antara dua kutub yang ekstrim, yakni koordinasi melalui kelembagaan yang kuat dan koordinasi tanpa kelembagaan sama sekali.
Pendekatan yang diambil tak selalu mencerminkan tingkat kemajuan suatu negara, walaupun ada kecenderungan bahwa negara mju lebih mengandalkan koordinasi tanpa kelembagaan dan negara berkembang perlu melakukannya melalui mekanisme kelembagaan.
Koordinaasi dalam arti kata yang lluas mencakup ketiga pelaku dalam bidang TI, yakni pengatur (regulator), penyedia sumber daya (resources providers), dan pemanfaat (users). Dalam lingkup yang sempit, koordinasi hanya berkenaan dengan pemanfaat saja, dan untuk administrasi negara mungkin lebih sempit lagi yakni yang berkenaan dengan pemanfaat instansi Pemerintah saja.
Koordinasi dengan kelembagaaan umumnya merupakan pelembagaan dari regulator yang yang menciptakan berbagai aturan dan ketentuan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemanfaatan serta partisipasi providers. Sedangkan koordinasi tanpa kelembagaan formal lebih dikaitkan dengan eksistensi asosiasi, ikatan, himpunan dan paguyupan profesi atau usaha.
Untuk dapat membedakan tingkat keterkaitan lembaga terhadap koordinasi pemanfaatan TI kita bisa melihat sikon di Singapura, Perancis, dan Canada sebagai contoh. Singapura dengan NCB (National Computer Board), merupakan contoh koordinasi dengan kelembagaan yang sangat top-down. Walaupun koordinasi memadukan sisi penguasaan dan pemanfaatan TI, khusus untuk pemanfaatan TI pada instansi Pemerintah & Co, NCB menjalankan praktek BOT atau malahan BOO yang sangat ketat.
Semua rencana pemanfaatan TI pada instansi Pemerintah disusun NCB (bersama instansi terkait). Semua dana yang berkenaan dengan pembangunan dan penyelenggaraan pemanfaatan TI dipusatkan pada pos anggaran NCB.
Staff NCB yang membangun sumber daya TI yang diperlukan, dan staff NCB pula yang menyelenggarakan operasi sampai dengan waktu tertentu. Kemudian staff NCB dapat melimpahkan ke staff instansi pemanfaat atau staff NCB pula yang menyelenggarakan operasi sampai dengan waktu tertentu. Kemudian staff NCB dapat melimpahkan ke staff instansi pemanfaat atau staff NCB dialihtugaskan kesana.
Jadi NCB berperan mulai dari perencanaan, pembangunan, dan pengoperasian pemanfaatan TI. Pendekatan ini selain mengoptimumkan dana investasi sekaligus menciptakan terbinanya koordinasi yang kokoh, serta tercptanya standardisasi dalam berbagai aspek teknis pemanfaatan. Kalaupun dapat dikatakan sebagai hal yang negatif, instansi Pemerintah sebagai pemanfaat terlihat kehilangan inisiatif, ketergantungan yang tinggi atas NCB, serta tak ada kendali terhadap providers.
Perancis dengan CIIBA-nya meletakkan fungsi koordinasi ini dari sisi alokasi anggaran bagi instansi Pemerintah. Semua anggaran yang berkenaan dengan pembangunan dan pengoperasian TI harus mendapat persetujuan dari CIIBA terlebih dahulu. Tetapi jika alokasi dana ini sudah disetujui maka setiap instansi dapat melaksanakannya sendiri-sendiri tanpa campur tangan CIIBA, baik untuk pembangunan sumber daya TI maupun untuk pengoperasiannya. Tent saja CIIBA tetap akan memantau 3-E pelaksanaan, yang nantinya akan menjadi kriteria dan masukan bagi penganggaran tahun selanjutnya.
Sedangkan Canada dapat dikatakan menerapkan koordinasi ini melalui upaya yang terletak di antara kedua contoh sebelumnya. Penetapan alokasi anggaran dilakukan secara terpusat melalui Chief Information Officer dari Information Management & Techonology di lingkungan Treasury Board, sedangkan pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan operasi sedapatnya dilakukan oleh BUMN Canada khusus di bidang TI yakni GTIS. Jadi di Canada aspekan anggaran memang terpusat tetapi pelaksanaan masih ada kebebasan instansi untuk menyelenggarakan sendiri,walaupun lebih didukung ke arah outsourcing oleh GTIS. Sekedar tambahan, GTIS ini merupakan penyedia jasa telekomunikasi juga selain jasa informatika.
Walaupun pendekatan serta lingkup koordinasinya berbeda, namun satu hal yang pasti dari ketiga contoh tadi adalah status kelembagaannya yang bersifat struktural dan diletakkan pada jajaran yang tinggi secara nasional. Jika NCB resminya di bawah Menteri Keuangan, CIIBA pimpinannya adalah Perdana Menteri, maka CIO-IMT berada di lingkungan Treasury Board atau semacam Presidium Kabinet bidang EKUIN-nya Canada.
Koordinasi TI di Indonesia
Banyak pihak yang merasa tak sabar melihat lemahnya koordinasi TI di Indonesia ini dan menginginkan peran kelembagaan yang lebih menggigit.
Memang telah dilakukan pembicaraan dan pendekatan mengenai kemungkinan pelembagaan badan koordinasi yanglebih berbobot hak dan tanggung jawabnya, serta alokasi dana operasinya. Malahan ada pihak yangmenyerukan adopsi cara NCB di sini, walaupun mungkin kurang paham atau sadar tentang konsekuensinya.
Sumber : www.tokohindonesia.com
Read More..
BEliau bernama JB Kristiadi, bukan J Kristiadi. Doktor lulusan Sorbonne University, Prancis (1979), ini menjabat Sekretaris Menkominfo dan pernah menjabat Ketua Lembaga Administrasi Negara RI (1990-1998). Sedangkan J Kristiadi adalah pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies. Pakar telematika ini bercanda mengaku sebagai Kristiadi beneran.
Sekretaris Menteri Komunikasi dan Informasi ini mengatakan Teknologi Informasi (TI) sebaiknya ditempatkan menjadi penggerak utama mekanisme pembangunan seluruh sektor ekonomi nasional. Menurut pakar telematika ini sebagai salah satu teknologi unggulan yang menentukan masa kini dan masa depan umat manusia, semakin penting untuk dikuasai pemahamam, pengetahuan, pemanfaatannya, serta penciptaannya.
Kaitannya yang erat dengan berbagai sektor ekonomi, terutama sektor tersier dan kwarter, menempatkan TI sebagai komoditi strategi dalam pembangunan nasional. Malahan ada negara yang meluncurkan konsep pembangunan nasionalnya yang bercirikan IT-led development, dimana TI bukan hanya sebagai perangkat pendukung tetapi telah meningkat menjadi penggerak utama mekanisme pembangunan seluruh sektor ekonomi nasional.
Ingin Jadi Pilot
Dia anak keenam dari sembilan bersaudara. Lahir di Jawa Tengah, 4 Mei 1946 dari keluarga 'gedongan'. Ayahnya, B.S. Pudjosukanto, guru di sekolah Belanda di Solo dan pindah ke Jakarta, saat Kristiadi berusia tiga tahun.
Pada saat masuk SD di Blok Q, Jakarta, anak pendiam dan pemalu ini, hanya sendirian yang memakai sepatu. Jadinya, dia malu memakai sepatu di sekolah. Dari rumah dia memakai sepatu, tetapi sesampai di sekolah, sepatu itu dilepasnya. Namun, walau pemalu, dia suka menjahili teman sekolahnya, seperti menyembunyikan tas temannya.
Sebagai seorang guru sekolah Belanda, ayahnya mendidiknya dengan cara Belanda. Harus berdisiplin, mulai dari bangun tidur, kumpul di meja makan, sewaktu makan tidak boleh bicara, belajar dan sampai tidur kembali.
Namun, mengenai pilihan sekolah, ayahnya memberi kebebasan. Pada saat kecil dia bercita-cita jadi pilot. Tapi beranjak remaja, dia suka merakit radio dan bongkar-bongkar mesin. Cita-citanya pun berubah, ingin jadi insinyur elektro.
Suatu ketika, dia membongkar mesin jahit ibunya, tapi kemudian ia tak bisa memasangnya lagi. Tentu saja ibunya sangat kesal.
Pada saat duduk di SMA 9 Sore, Jakarta, dia sangat suka pada ilmu eksakta. Sampai-sampai dia sempat satu tahun bersekolah rangkap pagi di SMA jurusan ilmu alam, sore di SMA jurusan sosial-budaya.
Selepas SMA, Kris masuk Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) Universitas Indonesia. Semasa mahasiswa, dia ikut demonstrasi menentang Orde Lama (1966). Dia ikut menggotong Arief Rahman Hakim yang ketika itu tertembak sampai tewas.
Tapi kegiatannya sebagai aktivis mahasiswa itu, tak sampai membuat kuliahnya terganggu. Bahkan, semasih menyusun skripsi, ia sudah diterima bekerja Departemen Keuangan. Dia lulus S1 dari Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan, Universitas Indonesia tahun 1971.
Kemudian pria yang hobi bermain musik, ini meraih doktor (S3) di Sorbonne University, Prancis, llulus tahun 1979 dengan summa cum-laude. Namun, pakar telematika ini mengaku seorang generalis.
Saat mengumpulkan data untuk disertasinya tentang negara berkembang, dia pulang ke Tanah Air selama tiga bulan. Kesempatan itu, digunakannya untuk menikah dengan Fiona (1976), yang kemudian memberinya empat anak (Gerald Admiraldi, Raymod Laksmanadi, Edgar Kharismaraldi dan Eldi Marshaldi). Ibarat kata pepatah, sambil berenang minum air. Sambil cari data, mereguk nikmatnya perkawinan.
Dia menjabat Direktur Pembinaan Kekayaan Negara Departemen Keuangan (1980-1987). Kemudian menjabat Direktur Anggaran Departemen Keuangan (1987-1990). Tahun 1990 dia meninggalkan Depkeu, karena dipercaya menjabat Ketua Lembaga Administrasi Negara RI sampai tahun1998.
Sebelum menjabat Sekretaris Menteri Komunikasi dan Informasi, dia sempat menjabat Asisten Menteri Wasbangpan (1998-2000) dan Deputi Menpan (2000-2002).
Tidak Ada Pilihan
Sebagai suatu negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, Indonesia secara langsung maupun tak langsung akan terbias oleh pengaruh penguasaan dan pemanfaatan TI, dan IT-led development yang berlangsung di negara lainnya.
Tak ada pilihan lagi bagi kita kecuali untuk ikut dalam kancah penguasaan dan pemanfaatan TI ini. Kita hatus membangun kemampuan untuk memanfaatkan TI yang bisa memberikan tambahan nilai dari setiap kegiatan pembangunan, pelaksanaan kegiatan berproduksi, dan penyelenggaraan pelayanan.
Selanjutnya sisi pemanfaatan ini akan mendorong tumbuhnya keperluan dan kemampuan untuk mengembangkan penguasaan TI. Jadi kita menerapkan pendekatan application-driven IT development yang bersifat deduktif sebelum kita mengembangkan TI secara induktif.
Bertolak dari sisi pemanfaatan TI, selain dimaksudkan untuk memacu tumbuhnya penguasaan TI, sasaran utamanya adalam pemanfaatan yang berdayaguna, berhasilguna, ekonomis, berkualitas, serta bertanggungjawab. Sasaran ini hanya dapat tercapai jika terjalin hubungan yang serasi di antara pelaku-pelaku yang terkait kerjasama yang terkoordinasi.
Koordinasi Pemanfaatan TI
Dalam makalahnya pada Seminar Puncak PPI 95, JB Kristiadi mengatakan secara umum koordinasi pemanfaatan TI bergerak antara dua kutub yang ekstrim, yakni koordinasi melalui kelembagaan yang kuat dan koordinasi tanpa kelembagaan sama sekali.
Pendekatan yang diambil tak selalu mencerminkan tingkat kemajuan suatu negara, walaupun ada kecenderungan bahwa negara mju lebih mengandalkan koordinasi tanpa kelembagaan dan negara berkembang perlu melakukannya melalui mekanisme kelembagaan.
Koordinaasi dalam arti kata yang lluas mencakup ketiga pelaku dalam bidang TI, yakni pengatur (regulator), penyedia sumber daya (resources providers), dan pemanfaat (users). Dalam lingkup yang sempit, koordinasi hanya berkenaan dengan pemanfaat saja, dan untuk administrasi negara mungkin lebih sempit lagi yakni yang berkenaan dengan pemanfaat instansi Pemerintah saja.
Koordinasi dengan kelembagaaan umumnya merupakan pelembagaan dari regulator yang yang menciptakan berbagai aturan dan ketentuan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemanfaatan serta partisipasi providers. Sedangkan koordinasi tanpa kelembagaan formal lebih dikaitkan dengan eksistensi asosiasi, ikatan, himpunan dan paguyupan profesi atau usaha.
Untuk dapat membedakan tingkat keterkaitan lembaga terhadap koordinasi pemanfaatan TI kita bisa melihat sikon di Singapura, Perancis, dan Canada sebagai contoh. Singapura dengan NCB (National Computer Board), merupakan contoh koordinasi dengan kelembagaan yang sangat top-down. Walaupun koordinasi memadukan sisi penguasaan dan pemanfaatan TI, khusus untuk pemanfaatan TI pada instansi Pemerintah & Co, NCB menjalankan praktek BOT atau malahan BOO yang sangat ketat.
Semua rencana pemanfaatan TI pada instansi Pemerintah disusun NCB (bersama instansi terkait). Semua dana yang berkenaan dengan pembangunan dan penyelenggaraan pemanfaatan TI dipusatkan pada pos anggaran NCB.
Staff NCB yang membangun sumber daya TI yang diperlukan, dan staff NCB pula yang menyelenggarakan operasi sampai dengan waktu tertentu. Kemudian staff NCB dapat melimpahkan ke staff instansi pemanfaat atau staff NCB pula yang menyelenggarakan operasi sampai dengan waktu tertentu. Kemudian staff NCB dapat melimpahkan ke staff instansi pemanfaat atau staff NCB dialihtugaskan kesana.
Jadi NCB berperan mulai dari perencanaan, pembangunan, dan pengoperasian pemanfaatan TI. Pendekatan ini selain mengoptimumkan dana investasi sekaligus menciptakan terbinanya koordinasi yang kokoh, serta tercptanya standardisasi dalam berbagai aspek teknis pemanfaatan. Kalaupun dapat dikatakan sebagai hal yang negatif, instansi Pemerintah sebagai pemanfaat terlihat kehilangan inisiatif, ketergantungan yang tinggi atas NCB, serta tak ada kendali terhadap providers.
Perancis dengan CIIBA-nya meletakkan fungsi koordinasi ini dari sisi alokasi anggaran bagi instansi Pemerintah. Semua anggaran yang berkenaan dengan pembangunan dan pengoperasian TI harus mendapat persetujuan dari CIIBA terlebih dahulu. Tetapi jika alokasi dana ini sudah disetujui maka setiap instansi dapat melaksanakannya sendiri-sendiri tanpa campur tangan CIIBA, baik untuk pembangunan sumber daya TI maupun untuk pengoperasiannya. Tent saja CIIBA tetap akan memantau 3-E pelaksanaan, yang nantinya akan menjadi kriteria dan masukan bagi penganggaran tahun selanjutnya.
Sedangkan Canada dapat dikatakan menerapkan koordinasi ini melalui upaya yang terletak di antara kedua contoh sebelumnya. Penetapan alokasi anggaran dilakukan secara terpusat melalui Chief Information Officer dari Information Management & Techonology di lingkungan Treasury Board, sedangkan pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan operasi sedapatnya dilakukan oleh BUMN Canada khusus di bidang TI yakni GTIS. Jadi di Canada aspekan anggaran memang terpusat tetapi pelaksanaan masih ada kebebasan instansi untuk menyelenggarakan sendiri,walaupun lebih didukung ke arah outsourcing oleh GTIS. Sekedar tambahan, GTIS ini merupakan penyedia jasa telekomunikasi juga selain jasa informatika.
Walaupun pendekatan serta lingkup koordinasinya berbeda, namun satu hal yang pasti dari ketiga contoh tadi adalah status kelembagaannya yang bersifat struktural dan diletakkan pada jajaran yang tinggi secara nasional. Jika NCB resminya di bawah Menteri Keuangan, CIIBA pimpinannya adalah Perdana Menteri, maka CIO-IMT berada di lingkungan Treasury Board atau semacam Presidium Kabinet bidang EKUIN-nya Canada.
Koordinasi TI di Indonesia
Banyak pihak yang merasa tak sabar melihat lemahnya koordinasi TI di Indonesia ini dan menginginkan peran kelembagaan yang lebih menggigit.
Memang telah dilakukan pembicaraan dan pendekatan mengenai kemungkinan pelembagaan badan koordinasi yanglebih berbobot hak dan tanggung jawabnya, serta alokasi dana operasinya. Malahan ada pihak yangmenyerukan adopsi cara NCB di sini, walaupun mungkin kurang paham atau sadar tentang konsekuensinya.
Sumber : www.tokohindonesia.com
Read More..
Labels:
dunia IT
Minggu, 06 Desember 2009
Jika aku menjadi Menkominfo periode 2009-2014
Menjabat sebagai menkominfo, merupakan tugas yang tidak mudah. Di era globalisasi saat ini, keberadaan internet sebagai sarana untuk berkomunikasi yang tidak memiliki batasan jarak, waktu dan ras.
Di dalam cyberworld dimungkinkan orang atau pengguna internet untuk bebas dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapatnya.
Jika saya menjabat sebagai menkominfo, maka saya akan menerapkan terus UU ITE yang tengah diberlakukan saat ini. Hal ini dimaksudkan agar ada batasan tatakrama dan hokum yang mengikat bagi para pengguna layanan internet dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapatnya. UU yang telah ada tersebut dimaksudkan untuk mengatur para pengguna internet tersebut agar dapat menghargai karya intelektual orang lain seperti yang tertera pada UU ITE BAB IV pada pasal 25 yang berbunyi : “ Informasi Elektronik dan /atau Dokkumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual,situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan” , perbuatan yang dilarang dapat merugikan pihak lain, mencemarkan nama baik pihak-pihak tertentu seperti yang tertera pada UU ITE pada BAB IV pada pasal 27 mengenai perbuatan yang dilarang. Dan banyak hal lain yang ditetapkan dalam UU tersebut. Hal yang dilakukan hanya perlu penegakkan hukum yang lebih tegas dari pihak-pihak yang terkait. Dan tentu saja belum semua dari pengguna layanan internet ini telah mengetahui tentang UU ITE. Maka saya akan melakukan sosialisasi yang lebih gencar, dan memperkenalkan pada seluruh instansi-instansi pememerintah dan swata, seklolah-sekolah dan universitas-universitas. Agar tidak ada lagi ada korban akibat ketidak tahuan dia mengenai peraturan IT tersebut, seperti yang telah terjadi pada ibu Prita.
Read More..
Di dalam cyberworld dimungkinkan orang atau pengguna internet untuk bebas dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapatnya.
Jika saya menjabat sebagai menkominfo, maka saya akan menerapkan terus UU ITE yang tengah diberlakukan saat ini. Hal ini dimaksudkan agar ada batasan tatakrama dan hokum yang mengikat bagi para pengguna layanan internet dalam berekspresi dan mengungkapkan pendapatnya. UU yang telah ada tersebut dimaksudkan untuk mengatur para pengguna internet tersebut agar dapat menghargai karya intelektual orang lain seperti yang tertera pada UU ITE BAB IV pada pasal 25 yang berbunyi : “ Informasi Elektronik dan /atau Dokkumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual,situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan” , perbuatan yang dilarang dapat merugikan pihak lain, mencemarkan nama baik pihak-pihak tertentu seperti yang tertera pada UU ITE pada BAB IV pada pasal 27 mengenai perbuatan yang dilarang. Dan banyak hal lain yang ditetapkan dalam UU tersebut. Hal yang dilakukan hanya perlu penegakkan hukum yang lebih tegas dari pihak-pihak yang terkait. Dan tentu saja belum semua dari pengguna layanan internet ini telah mengetahui tentang UU ITE. Maka saya akan melakukan sosialisasi yang lebih gencar, dan memperkenalkan pada seluruh instansi-instansi pememerintah dan swata, seklolah-sekolah dan universitas-universitas. Agar tidak ada lagi ada korban akibat ketidak tahuan dia mengenai peraturan IT tersebut, seperti yang telah terjadi pada ibu Prita.
Read More..
jika lulus nanti aku menjadi....
Nama saya shinta, saat ini tengah berkuliah semester tujuh di universitas gunadarma , menginjak kuliah tingkat akhir, membuat saya tergerak untuk berfikir apa yang akan saya lakukan jika saya lulus kuliah nanti.
Dulu saya terpikir untuk menjadi karyawan pada suatu perusahaan, namun seiring waktu dan informasi yang saya dapat, bahwa menjadi karyawan itu tidak mudah.
Selain harus mencari terlebih dahulu lowongan kerja dan mengirimkan lawaran pada perusahaan itu. Dan belum lagi, harus mengikuti tes dengan saingan pelamar yang tidak sedikit jumlahnya. Belum lagi jika gaji nya yang standart UMR.
Maka saya memutuskan untuk berwiraswasta. Suatu keputusan yang menurut saya membutuhkan suatu keberanian. Namun saya yakin dengan kegigihan maka saya akan dapat membangun kerajaan saya sendiri. Tentu bidang yang sya akan ambil tidak jauh dengan latar belakang pendidikan saya.
Dengan menggabungkan skill dan keahlian teman-teman saya, saya yakin usaha yang akan kami rintis akan berkembang.
Saya membaca di salah satu blog http://agusmupla.wordpress.com/2008/02/26/219/
Disitu disebutkan bahwa untuk menjadi wirausahawan, maka harus memiliki jiwa dan karakteristik sebagai berikut :
1. Punya rasa percaya diri dan kemandirian yang tinggi.
2. Mencintai kegiatan usahanya dan perusahaannya secara lugas dan tangguh.
3. Mau dan mampu mencari dan menangkap peluang.
4. Mau dan mampu bekerja keras dan menekuni bidang usahanya tanpa kenal menyerah.
5. Mau dan mampu berkomunikasi baik dengan pihak internal maupun eksternal
6. Mau dan mampu bernegosiasi dengan win-win solution.
7. Menghadapi hidup dan menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat, dan disiplin.
8. Mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaan dengan mengelola dan memotivasi orang lain (leadership/managerialship).
9. Mau dan mampu melakukan perluasan dan pengembangan usaha dgn resiko yang moderat.
10. Berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang kemitraan.
Saya yakin dengan keyakinan dan usaha yang keras, tidak perlu mencari peluang tapi kitalah yang membuat peluang. Dengan berwirausaha secara tidak langsung kita pun telah membantu pemerintah untuk menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia. Sukses untuk kita semua.
Read More..
Dulu saya terpikir untuk menjadi karyawan pada suatu perusahaan, namun seiring waktu dan informasi yang saya dapat, bahwa menjadi karyawan itu tidak mudah.
Selain harus mencari terlebih dahulu lowongan kerja dan mengirimkan lawaran pada perusahaan itu. Dan belum lagi, harus mengikuti tes dengan saingan pelamar yang tidak sedikit jumlahnya. Belum lagi jika gaji nya yang standart UMR.
Maka saya memutuskan untuk berwiraswasta. Suatu keputusan yang menurut saya membutuhkan suatu keberanian. Namun saya yakin dengan kegigihan maka saya akan dapat membangun kerajaan saya sendiri. Tentu bidang yang sya akan ambil tidak jauh dengan latar belakang pendidikan saya.
Dengan menggabungkan skill dan keahlian teman-teman saya, saya yakin usaha yang akan kami rintis akan berkembang.
Saya membaca di salah satu blog http://agusmupla.wordpress.com/2008/02/26/219/
Disitu disebutkan bahwa untuk menjadi wirausahawan, maka harus memiliki jiwa dan karakteristik sebagai berikut :
1. Punya rasa percaya diri dan kemandirian yang tinggi.
2. Mencintai kegiatan usahanya dan perusahaannya secara lugas dan tangguh.
3. Mau dan mampu mencari dan menangkap peluang.
4. Mau dan mampu bekerja keras dan menekuni bidang usahanya tanpa kenal menyerah.
5. Mau dan mampu berkomunikasi baik dengan pihak internal maupun eksternal
6. Mau dan mampu bernegosiasi dengan win-win solution.
7. Menghadapi hidup dan menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat, dan disiplin.
8. Mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaan dengan mengelola dan memotivasi orang lain (leadership/managerialship).
9. Mau dan mampu melakukan perluasan dan pengembangan usaha dgn resiko yang moderat.
10. Berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang kemitraan.
Saya yakin dengan keyakinan dan usaha yang keras, tidak perlu mencari peluang tapi kitalah yang membuat peluang. Dengan berwirausaha secara tidak langsung kita pun telah membantu pemerintah untuk menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia. Sukses untuk kita semua.
Read More..
Selasa, 18 Agustus 2009
ingkari janjiku,,,, hanya untuk malam ini saja
malam yang sepi... saat aku mambaca sesuatu dari dirimu,,,
terpaksa....
tak kuasa...
ingin berlari,,,malam ini,,
mengeluarkan gundahku,, kecewaku,,,
pada segala guratan ingatanku pada mu,,
6 July 2009...the ended day
ku ingkari janjiku padamu,,,
malam ini,,,
hanya malam ini,,, ku ingin menangis,,,
hanya untuk mengeluarkan emosi ku,, untuk mengeluarkan semua yang ada dalam kepalaku,,,
dan berharap... apa yang kluar dari kepalaku,, kan menguap,, dan hilang,,, terbakar oleh panasnya kepalaku,,,
lenyap... harapku hanya itu,,, lenyappp
maafkan aku Tuhan,,,kadang hamba tidak bisa menahannya,,,
ketika tiba saat ku jatuh,,,tersentuh tanah oleh lututku,,,
bolehkan aku menangis Tuhannn...
bolehkan ku sandarkan kepala ku pada pundakmu,, dan membiarkan butiran mutiara mutiara air mataku terjatuh,,, menetes ,,, mencair,,, membasahi pipiku ..
hanya untuk,,,
untuk membuat ku sadar,, ia tiada...di hidupku
Read More..
terpaksa....
tak kuasa...
ingin berlari,,,malam ini,,
mengeluarkan gundahku,, kecewaku,,,
pada segala guratan ingatanku pada mu,,
6 July 2009...the ended day
ku ingkari janjiku padamu,,,
malam ini,,,
hanya malam ini,,, ku ingin menangis,,,
hanya untuk mengeluarkan emosi ku,, untuk mengeluarkan semua yang ada dalam kepalaku,,,
dan berharap... apa yang kluar dari kepalaku,, kan menguap,, dan hilang,,, terbakar oleh panasnya kepalaku,,,
lenyap... harapku hanya itu,,, lenyappp
maafkan aku Tuhan,,,kadang hamba tidak bisa menahannya,,,
ketika tiba saat ku jatuh,,,tersentuh tanah oleh lututku,,,
bolehkan aku menangis Tuhannn...
bolehkan ku sandarkan kepala ku pada pundakmu,, dan membiarkan butiran mutiara mutiara air mataku terjatuh,,, menetes ,,, mencair,,, membasahi pipiku ..
hanya untuk,,,
untuk membuat ku sadar,, ia tiada...di hidupku
Read More..
Minggu, 28 Juni 2009
Overclock Kartu Grafis agar Berlari Lebih Kencang
Prosesor utama atau CPU bukanlah satu-satunya komponen yang bisa di-overclock. Prosesor grafis pada kartu VGA(GPU) juga bisa ditingkatkan kecepatannya, demikian pula memori grafisnya.
Pada umumnya yang membedakan antara kartu grafis yang lebih mahal dengan yang sedikit lebih murah adalah teknologi an kecepatan. Kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan inti (core) dan memory clock-nya. Dengan overclock, kita bisa membuat kartu grafis kelas menengah memiliki kecepatan yang mendekati —syukur-syukur melebihi— kecepatan kartu grafis yang lebih mahal. Hemat, bukan?
Setelah coba mengutak-atik kecepatan prosesor dan memori, sekarang mari kita tingkatkan performa komputer kita dari sisi olah grafis. Buat apa sih overclock kartu grafis? Biasanya buat main game.
Berbeda dengan overclock prosesor dan memori, overclock VGA dilakukan dengan bantuan peranti lunak. Meski ada cara untuk melakukan overclock VGA dari sisi BIOS (alias secara hardware), seperti layaknya overclock prosesor, tindakan ini berbahaya. Apalagi mengingat untuk mengakses BIOS VGA tidaklah semudah mengakses BIOS pada motherboard.
Overclock dengan Software
Dari beberapa peranti overclock yang tersedia, PCplus memilih Rivatuner versi 2.24. Peranti ini bisa didapatkan gratis dengan mengunduhnya dari internet. Peranti lainnya adalah AtiTool. Beberapa produsen VGA memberikan peranti lunak khusus untuk overclock.
Begini caranya:
1. Kita dapat memulai overclock dengan mengklik panah menu [Customize] yang kedua, kemudian pilih [System settings].
2. Pada menu yang muncul berikutnya, beri tanda centang pada [Enable driver-level hardware overclocking]. Di menu drop down sebelahnya, pilih [performance 3D]. Kalau pada saat mencentang tadi muncul menu konfirmasi, pilih [Detect Now] supaya RivaTuner mendeteksi langsung clock dari kartu grafis yang terpasang tanpa harus melakukan restart.
PCplus menggunakan VGA berbasiskan chip Geforce dari Nvidia, tepatnya seri Geforce 9600GSO.
Ada 3 slider yang dapat digunakan untuk mengatur clock Core, Shader dan Memory. Kartu grafis ATI Radeon akan mendapati slider untuk Core dan Memory saja, karena clock Core dan Shader pada ATI Radeon berjalan secara sinkron.
Untuk overclock kali ini, beri tanda centang pada [Link clocks]. Tujuannya supaya ketika dinaikkan, clock Core dan Shader akan naik bersamaan. Jangan lupa juga untuk menaikkan clock memory-nya.
Saran PCplus, untuk tahap awal naikkan saja sekitar 25MHz, baik Core maupun Memory. Centang [Apply overclocking at Windows startup] kemudian klik [Save]. Ini supaya clock yang sudah ditetapkan dijalankan setiap kali memasuki Window. Biasanya pilihan ini dilakukan terakhir kali ketika sudah mencapai batas maksimum overclock. Klik [OK] jika sudah selesai.
3. Overclock erat kaitannya dengan panas. Tapi, selama panas itu masih bisa dikendalikan, bukanlah masalah. Oleh karena itu, selain menaikkan clock kartu grafis tersebut, kita juga dapat mengendalikan kecepatan kipas yang bertugas mengusir panas tersebut. Setelah melakukan pengaturan pada clock kartu grafis, sekarang pilih tanda panah pada menu [Customize] yang pertama. Kemudian pilih [Low-level system settings].
4. Centang pada [Enable low-level fan control] untuk dapat melakukan pengaturan kecepatan putaran kipas VGA. Naikkan kecepatan kipas sekitar 70% lebih cepat dari putaran normal. Boleh juga sekalian dinaikkan sampai 100%, alias dua kali lipat. Semakin cepat putaran kipas, panas yang dihasilkan semakin dapat diredam, kendati biasanya harus dibayar dengan dengungan suara kipas yang cukup mengganggu dan tentu saja listrik yang lebih boros. Setelah selesai mengatur kipas, klik [OK].
Pengujian hasil overclock
Hasil akhir dari overclock kartu grafis Geforce 9600GSO memperlihatkan peningkatan kinerja 25 - 30 %. Hasil yang cukup menarik mengingat kinerja ini diperoleh dengan “gratis”.
3DMark Vantage GPU Unigine Tropics Demo
Default Clock 3556 18.1 fps
675\1728\975 4470 23.6 fps
% Peningkatan 25.7% 30.3%
TIPS
Setelah melakukan pengujian, ulangi lagi tahap menaikkan clock kartu grafis secara bertahap seperti tadi sampai terlihat gejala ketidakstabilan. Pada VGA yang PCplus gunakan, batas aman maksimum yang mampu PCplus capai adalah 675Mhz-Core-1728Mhz-Shader-975Mhz-Memory. Batas aman ini PCplus putuskan sendiri dengan pertimbangan panas yang dihasilkan sepertinya sudah cukup tinggi untuk VGA dengan kondisi fasilitas pendingin standar. Jika memang ingin diteruskan dengan lebih serius, ada baiknya mengganti pendingin standar VGA dengan produk pendingin khusus overclock.
Layaknya prossesor, hasil overclock VGA pun bisa berbeda-beda dengan berbagai macam faktor. Bahkan dua kartu grafis yang sama persis akan memiliki kemampuan overclock yang berbeda. Namun satu hal yang tetap harus diingat adalah selalu pantau suhu VGA, jangan biarkan kartu grafis ngambek karena kepanasan.
Sumber: PCplus
PERINGATAN: PCplus tidak menyarankan Anda untuk melakukan overclock terhadap komputer atau hardware apa pun. Jika Anda memutuskan untuk melakukannya, maka kerusakan yang terjadi akibat overclock, merupakan tanggung jawab Anda sendiri. Perlu diingat, kerusakan akibat overclocking akan menghilangkan garansi atas produk yang Anda beli dari toko atau distributor produk yang bersangkutan. Read More..
Labels:
dunia IT
Langganan:
Postingan (Atom)